Minggu, 26 September 2010

Teungku M. Daud Beureueh


Teungku M. Daud Beureueh dilahirkan pada 15 September 1899 di sebuah kampung bernama "Beureueh", daerah Keumangan, Kabupaten Aceh Pidie. Kampung Beureueh adalah sebuah kampung heroik Islam, sama seperti kampung Tiro. Ayahnya seorang ulama yang berpengaruh di kampungnya dan mendapat gelar dari masyarakat setempat dengan sebutan "Imeuem (imam) Beureueh". Teungku Daud Beureueh tumbuh dan besar di lingkungan religius yang sangat ketat. Ia tumbuh dalam suatu formative age yang sarat dengan nilai-nilai Islam di mana hampir saban magrib Hikayat Perang Sabil dikumandangkan di setiap meunasah (masjid kampung). Ia juga memasuki masa dewasa di bawah bayang-bayang keulamaan ayahnya yang sangat kuat mengilhami langkah hidupnya kemudian.

Orang tuanya memberi nama Muhammad Daud (dua nama Nabiyullah yang diberikan kitab Alquran dan Zabur). Dari penamaan ini sudah terlihat, sesungguhnya yang diinginkan orang tuanya adalah bila besar nanti ia mampu mengganti posisi dirinya sebagai ulama sekaligus mujahid yang siap membela Islam. Karena itu, pada masa-masa usia sekolah, ayahnya tidak memasukkan beliau ke lembaga pendidikan resmi yang dibuat Belanda seperti: Volkschool, Goverment Indlandsche School, atau HIS. Namun lebih mempercayakan kepada lembaga pendidikan yang telah lama dibangun ketika masa kerajaan Islam dahulu semodel dayah/zawiyah.

Sekalipun tidak mendapatkan pendidikan Belanda, namun dengan kecerdasan dan kecepatannya berpikir, beliau mampu menyerap segala ilmu yang diberikan kepadanya itu, termasuk bahasa Belanda. Kebiasaannya mengkonsumsi ikan, yang merupakan kebiasaan masyarakat Aceh, telah membuatnya menjadi quick-learner (mampu belajar cepat). Dalam usia yang sangat muda, 15 tahun, ia sudah menguasai ilmu-ilmu Islam secara mendalam dan mempraktekkannya secara konsisten. Dengan segera pula ia menjadi orator ulung, sebagai "singa podium." Ia mencapai popularitas yang cukup luas sebagai salah seorang ulama di Aceh. Karena itu, beliau mendapat gelar "Teungku di Beureueh" yang kemudian orang tidak sering lagi menyebut nama asli beliau, tetapi nama kampungnya saja.

Teungku Daud Beureueh adalah "Bapak Orang-Orang Aceh" yang tetap tegar meski dikecewakan oleh kaum fasiqun di Jakarta. Dengan postur tubuhnya yang kurus tapi kuat, ia adalah tipe manusia ideal. Sebagaimana dicatat oleh Compton, dari bawah pecinya, rambut kelabunya yang dipangkas pendek kontras dengan wajahnya yang muda dan coklat kemerahan. Bicaranya lugas, bahkan pernyataannya banyak yang blak-blakan.Daud Beureueh dikenal luas sebagai Gubernur Militer Aceh selama tahun-tahun revolusi. Tetapi ketika jabatannya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo dicabut oleh PM Mohammad Natsir, ia hidup tenang-tenang di desanya --tampaknya seperti pensiun.

Setelah Aceh masuk ke dalam Republik Indonesia Komunis (RIK) di bawah panji Pancasila, Daud Beureueh diberi jabatan Gubernur Kehormatan dan diminta menetap di Jakarta sebagai penasihat di Kementerian Dalam Negeri. Ia tidak menerima penghormatan ini. Satu-satunya tindakan pentingnya yang diketahui umum adalah pada saat ia mengetuai Musyawarah Ulama Medan, April 1951. Setelah musyawarah itu, Daud Beureueh melakukan tur singkat keliling Aceh, memberikan ceramah-ceramah provokatif bernada mendukung ide Negara Islam. Ia kemudian kembali ke desanya, dan --membuat takjub penduduk Medan yang sudah maju-- membangun sebuah tembok besar dan masjid sungguhan dengan tangannya sendiri. Daud Beureueh lebih tampak sebagai pensiunan perwira militer ketimbang sebagai ahli agama, meskipun ia menyandang gelar teungku.

Daud Beureueh bicara dengan gelora dan kesungguhan tentang perlunya pembaruan. Setelah semua kemungkinan terbentuknya sistem politik Islam sirna dan janji-janji Soekarno akan menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam tidak pernah ditepati, maka jiwa jihad Teungku Daud Beureueh pun bergolak. Ia kemudian menjadikan Aceh sebagai "Negara Bagian Aceh-Negara Islam Indonesia" (NBA-NII) dan berjuang hingga tahun 1964 di gunung-gemunung Tanah Rencong. Soekarno, meskipun terkenal hebat di mata orang-orang Aceh, namun karena penipuannya terhadap orang Aceh, nama Soekarno identik dengan berhala yang harus ditumbangkan.

Ketika itu Teungku Daud Beureueh masih berharap dengan Pemilu, namun setelah ia sendiri terjungkal oleh seorang Perdana Menteri yang merupakan output dari sistem pemilu, ia kemudian melabuhkan harapan hanya pada perjuangan fisik. Islam telah dikalahkan secara diplomatis oleh kemenangan-kemenangan Partai Islam yang tidak memberi manfaat apapun bagi asersi politik Islam.


Akibat sikapnya ini, Teungku Abu Daud Beureueh kemudian dilumpuhkan secara sistematis oleh Pemerintah Orde Baru. Ia kemudian meninggal pada tahun 1987 dalam keadaan buta --buta yang disengaja oleh Orde Baru-- dan dalam suatu prosesi pemakaman yang sangat sederhana, tanpa penghormatan yang layak dari orang-orang Aceh yang sudah terkontaminasi oleh ide-ide sekuler.

Referensi :  Suara Hidayatullah, 1999


Post title : Teungku M. Daud Beureueh
URL post : http://manuskripdunia.blogspot.com/2010/09/teungku-m-daud-beureueh.html

0 komentar:

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar