Sabtu, 02 Oktober 2010

Sultan Muhammad Mulya Ibrahim Tsafiuddin




Raden Muhammad Mulia Ibrahim bergelar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin adalah Sultan ke-15 Kesultanan Sambas. Putera dari Pangeran Adipati dengan permaisurinya Utin Putri dari Kerajaan Mempawah.  Dilantik menjadi Sultan pada tanggal 2 Mei 1931. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin memerintah Kesultanan Sambas dengan arif bijaksana. Pada masa pemerintahannya kolonial Belanda sudah lama ikut campur dalam segala urusan pemerintahan Kesultanan Sambas. Pada tanggal 17 Juli 1915 diperintahkan oleh Sultan Muhammad Tsafiuddin II kepada Raden Muchsin Panjianom dan Raden Abubakar Panjianom berangkat ke Serang ,Banten,untuk menemani dan membawa Raden Mulia Ibrahim untuk belajar disekolah OSVIA (opleiding Shool Voor Inlandsche Ambtenaar). Pada tanggal 15 Juli 1922 sewaktu Raden Mulia Ibrahim baru duduk ditingkat tiga ia diminta pulang ke Sambas oleh Sultan Muhammad Tsafiuddin II dan bekerja dikantor wakil Sultan di Singkawang (Raden Umar Junid) . kemudian dipindahkan dikantor Wakil Sultan di Bengkayang (Raden Ja’coeb Adiwijaya).Selanjutnya bekerja dikantor Panembahan Ketapang-Matan dibawah pimpinan Gusti Muhammad Saunan. 

Pembangunan Negeri Sambas dibidang pendidikan dan pengajaran tidak mengalami kemajuan mengingat pada masa tahun 1931-1933 situasi dan kondisi Negeri Sambas mengalami krisis ,dan dalam keadaan susah.Kerajaan Belanda terpaksa mengurangi belanja pendidikan dan pengajaran masyarakat,sekolah sekolah :Volksschool (Sekolah Rakyat) 4 tahun,Vervolgsschool atau sekolah sambungan dan Standaardschool (pengganti H I S).Demikian juga Madrasah Sulthaniah mengalami kemunduran .kemudian atas inisiatif dari Maharaja Imam Haji Muhammad Basyuni Imran,Raden Muchsin Panjianom,Raden Abubakar Panjianom ,Daeng Muhammad Harun pada tanggal 19 April 1936 dibentuk sebuah perkumpulan dengan mana “Tarbiyatul Islam” dengan motto :”Bahwa bangsa Sambas tidak akan dapat maju kalau tidak mempunyai Perguruan bangsanya Sendiri”. Para pengurus Tarbiyatul Islam mengorganisir kembali Perguruan Sultaniah bentuk baru sehingga berdiri sebuah sekolah Schakel School.Kemudian perkumpulan Tarbiyatul Islam membuka sebuah lagi sekolah (Schakel School) di Sambas dan 2 buah sekolah agama masing masing di Singkawang dan Pemangkat.

Pada tanggal 1 Mei 1931 Belanda mengikat kontrak politik dengan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiudin,Penyelenggaraan pemerintahan Sambas harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang termaktub dalam Staatsblad Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan Korte Verklaring atau Akte Van Vereband.kekuasaan Sultan menjadi terbatas,hanya merupakan daerah otonom yang berbentuk Lanschap.Kepada Sultan sebagai Het Zelfbestuur dikuasakan oleh pemerintah Hindia Belanda antara lain untuk melaksanakan hukum agama Islam dan hukum adat.

Pada tahun1933 Sultan Muhammad Mulia Ibrahim membangun istana baru diatas lahan istana lama dan selesai dalam tahun 1935.Dihadapan istana dibangun pintu gerbang (Gapura) bertingkat,dua buah pendopo dipergunakan untuk tamu,pertunjukan kesenian dan lain-lain. Sebelah kiri dan kanan dibangun dua buah pavilyun untuk tamu dari luar daerah serta untuk kantor pribadi Sultan,dan sebelah belakang pavilyun disediakan tempat untuk menyimpan barang –barang khazanah Sambas.

Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiudin beristerikan Raden Marhum Siti binti Pangeran Bendahara Sri Maharaja Muhammad Tayyib,dan Raden Iyah dari Jawa Barat. Dengan isterinya Raden Siti binti Pangeran Sri Maharaja Muhammad Tayyib memperoleh anak : Raden Berti bersuamikan Mas Kailani dari Mempawah, Raden Maryam bersuamikan Daeng Subli Akib dari Kampung Bugis Sambas, Raden Muhammad Taufik (Pangeran Ratu Natakesuma) beristerikan Raden Dare Latifah binti Pangeran Laksamana Raden Hasnan, Raden Gunawan, Raden Anisah bersuamikan Wan Usman dari Singkawang,karena Wan Usman meninggal dunia,kemudian Raden Anisah kawin dengan Daeng Subli Akib, Raden Fatimah, Raden Asmara kawin dengan Bahtiar.

Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin merupakan salah seorang korban pembantaian massal fasis militer Jepang di Kalimantan Barat. Nasib tragis demikian dialami pula oleh sebagian besar kerabat Kesultanan Sambas lainnya, termasuk Pangeran Bendahara Seri Maharaja Muhammad Tayeb.

Wafatnya Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Tsafiuddin pada 1943, waktu itu putra mahkota masih berusia sekitar 12 tahun, oleh rezim fasis militer Jepang diangkatlah Raden Muhammad Taufik sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu. Kemudian untuk melaksanakan tugas pemerintahan, fasis militer Jepang pada 25 Maret 1945 sampai 18 Oktober 1945 membentuk Majelis Kesultanan (Zitirijo Hiyogi Kai) terdiri dari Kenkanrikan di Singkawang sebagai penasehat, Demang Sambas Raden Muhammad Siradj sebagai ketua dan anggota terdiri dari Raden Ismail dan Raden Hasnan.

Setelah Jepang menyerah, di Kalimantan Barat, Belanda melalui perantara Sultan Hamid II pada 20 Februari 1946 membentuk dan melantik Majelis Kesultanan Sambas dengan nama Bestuur Commisi terdiri dari Raden Muchsin Pandji Anom Pangeran Temenggung Jaya Kusuma sebagai ketua, Raden Hasnan Pandji Kusuma Pangeran Laksamana sebagai wakil ketua dan Uray Nurdin Pangeran Paku Negara sebagai anggota dengan penasehat Haji Muhammad Basiuni Imran Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia 1949, Bestuur Commisi melebur ke dalam pemerintahan Swapraja diketuai RM Soetoro dengan Bupati R Hoesni berkedudukan di Singkawang.




Post title : Sultan Muhammad Mulya Ibrahim Tsafiuddin
URL post : http://manuskripdunia.blogspot.com/2010/10/sultan-muhammad-mulya-ibrahim.html

0 komentar:

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar